Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana geologi tinggi karena berada di Cincin Api Pasifik. Salah satu ancaman serius adalah aktivitas vulkanik dari gunung-gunung api aktif yang tersebar di berbagai pulau besar. Pada pertengahan Juni 2025, perhatian tertuju pada Gunung Lewotobi Laki-laki yang terletak di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), setelah mengalami erupsi eksplosif yang membawa dampak besar terhadap aktivitas manusia, termasuk transportasi udara.
Letusan gunung ini memuntahkan abu vulkanik hingga ketinggian 7.000 meter ke atmosfer. Arah angin yang mengarah ke barat daya menyebabkan penyebaran abu mencapai langit di atas Pulau Bali dan Lombok, memicu kekacauan jadwal penerbangan. Penumpang tertahan di bandara, sejumlah penerbangan dibatalkan, dan sektor pariwisata mengalami dampak langsung.
Bab I: Kronologi Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki
A. Awal Tanda Aktivitas Vulkanik
Gunung Lewotobi Laki-laki mulai menunjukkan peningkatan aktivitas sejak akhir Mei 2025. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat peningkatan kegempaan vulkanik dalam dan dangkal, serta peningkatan tekanan gas yang terpantau dari peralatan seismik di sekeliling kawah.
Pada tanggal 12 Juni 2025, PVMBG menaikkan status gunung dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) setelah terdeteksi adanya peningkatan tremor harmonik yang konsisten. Sejumlah desa di radius 3 km mulai dikosongkan sebagai langkah antisipasi.
B. Erupsi Utama 14 Juni 2025
Tepat pada pukul 04.38 WITA, tanggal 14 Juni 2025, terjadi erupsi eksplosif dari kawah utama Gunung Lewotobi Laki-laki. Letusan mengeluarkan kolom abu setinggi 7.000 meter yang menyebar ke barat dan barat daya akibat angin musim timur. Material erupsi berupa abu halus terbawa angin hingga ke langit Pulau Bali dan Lombok dalam kurun waktu beberapa jam.
PVMBG segera mengeluarkan peringatan penerbangan atau VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) berwarna merah, menandakan gangguan serius terhadap lalu lintas udara.
Bab II: Gangguan Penerbangan dari dan ke Bali
A. Dampak Langsung di Bandara Internasional Ngurah Rai
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Bali menjadi salah satu yang terdampak paling signifikan. Sejak pagi hari tanggal 14 Juni, sejumlah maskapai nasional maupun asing mulai menunda atau membatalkan penerbangan karena jarak pandang terbatas dan resiko kerusakan mesin akibat abu vulkanik.
Pada puncaknya, lebih dari 60 penerbangan mengalami gangguan, baik keberangkatan maupun kedatangan. Beberapa di antaranya adalah:
- Garuda Indonesia: membatalkan 10 penerbangan domestik dan internasional
- AirAsia: menunda penerbangan rute Denpasar-Kuala Lumpur dan sebaliknya
- Lion Air dan Batik Air: mengalami pengalihan rute dan pembatalan penerbangan ke Surabaya, Jakarta, dan Makassar
B. Dampak di Bandara Lain
Tidak hanya di Bali, dampak abu juga terasa di Bandara Internasional Lombok Praya dan Bandara El Tari Kupang. Beberapa penerbangan lintas wilayah dari NTT dan NTB ke Bali serta pulau Jawa terpaksa dialihkan ke bandara lain seperti Juanda di Surabaya dan Soekarno-Hatta di Jakarta.
Abu vulkanik mengandung partikel halus silika yang bisa merusak mesin pesawat. Oleh karena itu, otoritas bandara dan maskapai memilih mengutamakan keselamatan dengan membatalkan atau mengalihkan penerbangan.
Bab III: Reaksi dan Penanganan dari Pemerintah
A. Koordinasi Cepat dari Kementerian Perhubungan
Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara langsung membentuk satuan tugas darurat untuk menangani situasi. Menhub Budi Karya Sumadi menginstruksikan seluruh otoritas bandara untuk:
- Memprioritaskan keselamatan penumpang
- Menyediakan tempat penginapan sementara bagi penumpang yang terdampak
- Memberikan informasi berkala dan transparan melalui media dan kanal bandara
B. Peran BMKG dan PVMBG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan PVMBG terus memberikan update terkait arah angin, intensitas erupsi, serta sebaran abu vulkanik. Data dari satelit Himawari dan NOAA digunakan untuk memperkirakan wilayah terdampak, sehingga bandara dan maskapai bisa mengambil keputusan cepat.
Bab IV: Respons Maskapai Penerbangan
A. Protokol Penanganan Krisis
Setiap maskapai memiliki standar operasi dalam menghadapi situasi erupsi gunung berapi. Beberapa langkah umum yang diambil antara lain:
- Pemeriksaan ulang semua pesawat yang beroperasi di zona terdampak
- Pembatalan rute langsung di bawah jalur abu vulkanik
- Pengembalian dana penuh atau penjadwalan ulang tanpa biaya kepada penumpang
B. Komunikasi kepada Penumpang
Maskapai seperti Garuda, AirAsia, dan Citilink aktif menyampaikan informasi melalui media sosial dan aplikasi mereka. Pusat layanan pelanggan pun ditingkatkan kapasitasnya untuk menampung lonjakan keluhan dan permintaan perubahan jadwal.
Namun demikian, tetap ada kritik dari sejumlah penumpang terkait keterlambatan informasi atau kurangnya fasilitas kompensasi di bandara.
Bab V: Dampak Ekonomi dan Sosial
A. Dampak pada Pariwisata Bali
Bali yang sangat bergantung pada sektor pariwisata mengalami pukulan telak dari gangguan penerbangan ini. Sejumlah wisatawan mancanegara yang akan pulang tertahan di hotel, sementara turis yang akan datang harus menjadwal ulang perjalanan.
Hotel, restoran, dan jasa perjalanan mengalami penurunan omset harian. Asosiasi Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali memperkirakan kerugian hingga miliaran rupiah hanya dalam 2 hari pertama gangguan.
B. Dampak pada Logistik dan Distribusi Barang
Tak hanya manusia, barang-barang kebutuhan pokok dan komoditas ekspor juga terhambat. Pengiriman cepat dari Bali ke Jawa atau luar negeri tertunda, menyebabkan keterlambatan distribusi makanan, hasil pertanian, dan barang industri ringan.
Bab VI: Penanganan dan Pemulihan
A. Langkah Mitigasi Jangka Pendek
Bandara Ngurah Rai mulai melakukan penyemprotan area landasan untuk membersihkan abu. Pesawat yang sudah berada di lokasi diperiksa ulang secara teknis sebelum diberi izin terbang.
Pemerintah daerah dan pusat menyiapkan posko gabungan untuk mendampingi wisatawan asing dan lokal, serta memberikan panduan perjalanan alternatif.
B. Pemulihan Bertahap Jalur Udara
Pada 17 Juni 2025, BMKG dan PVMBG menyatakan bahwa intensitas erupsi mulai menurun. Arah angin bergeser ke timur, menjauh dari Bali, dan sebaran abu di langit berkurang drastis. Bandara Ngurah Rai kemudian membuka kembali operasi secara terbatas, diikuti Bandara Lombok sehari kemudian.
Penerbangan dimulai secara bertahap, dengan prioritas pada pesawat yang membawa penumpang tertunda dan barang kebutuhan pokok.
Bab VII: Evaluasi dan Pembelajaran
A. Pentingnya Sistem Peringatan Dini
Kasus ini mempertegas bahwa sistem peringatan dini, baik untuk masyarakat maupun maskapai, harus selalu diperbarui. Kombinasi satelit, radar cuaca, dan sensor seismik harus mampu memberikan prediksi sebaran abu secara real-time.
B. Kesiapan Infrastruktur Transportasi Alternatif
Gangguan penerbangan bisa diminimalisir dampaknya jika infrastruktur transportasi laut dan darat cukup siap. Sayangnya, banyak pelabuhan dan jalur darat di Indonesia timur belum optimal untuk mengakomodasi lonjakan penumpang secara darurat.
Bab VIII: Proyeksi Aktivitas Gunung Lewotobi ke Depan
PVMBG masih menetapkan status Siaga (Level III) untuk Gunung Lewotobi hingga artikel ini ditulis. Erupsi lanjutan masih mungkin terjadi, meskipun dalam intensitas lebih rendah. Wilayah sekitar tetap siaga, dan radius aman tetap diberlakukan.
Pemerintah meminta masyarakat dan pelancong untuk terus mengikuti informasi dari sumber resmi, dan maskapai tetap memonitor VONA serta update dari BMKG sebelum menerbangkan pesawat ke wilayah timur Indonesia.
Kesimpulan: Adaptasi dan Kesiapsiagaan adalah Kunci
Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki menjadi pengingat bahwa Indonesia harus selalu siap menghadapi potensi bencana geologi, tidak hanya dari sisi mitigasi darat, tetapi juga dampaknya terhadap sektor udara dan ekonomi. Penumpang harus diberi hak yang layak, maskapai wajib mengutamakan keselamatan, dan pemerintah perlu menjamin bahwa informasi bencana dapat diakses secara cepat, jelas, dan akurat.
Meskipun gangguan telah terjadi, pemulihan dapat berjalan optimal bila semua pihak bersinergi dan saling percaya. Erupsi ini menjadi pelajaran penting untuk kesiapan menghadapi bencana alam di era mobilitas tinggi.
Baca Juga : Kajian KPK 2023: Temuan Potensi Kerawanan dalam Tata Kelola dan Ekspor Nikel