Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia, dengan cadangan yang melimpah dan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Seiring dengan kebijakan hilirisasi yang digalakkan pemerintah, sektor pertambangan nikel mengalami perkembangan pesat. Namun, di balik potensi besar tersebut, terdapat tantangan serius terkait tata kelola dan pengawasan yang dapat membuka celah bagi praktik korupsi.
Pada tahun 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian mendalam mengenai potensi kerawanan dalam tata kelola dan ekspor nikel. Kajian ini bertujuan untuk memetakan celah-celah yang memungkinkan terjadinya penyimpangan dan memberikan rekomendasi strategis untuk memperbaiki sistem pengelolaan sektor pertambangan nikel di Indonesia.
II. Temuan KPK: Potensi Kerawanan dalam Tata Kelola dan Ekspor Nikel
1. Ekspor Ilegal Bijih Nikel
Salah satu temuan utama dalam kajian KPK adalah adanya praktik ekspor ilegal bijih nikel ke luar negeri. Pada tahun 2023, KPK mencatat bahwa sekitar 5,3 juta ton bijih nikel diekspor secara ilegal ke China. Praktik ini dilakukan dengan memanipulasi kode Harmonized System (HS Code) pada dokumen ekspor, sehingga bijih nikel yang seharusnya tidak boleh diekspor dapat lolos dari pengawasan bea cukai
2. Lemahnya Sistem Pengawasan dan Verifikasi
Kajian KPK juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan dan verifikasi dalam proses ekspor nikel. Salah satu titik lemah terletak pada peran lembaga surveyor yang bertugas untuk memverifikasi kadar nikel dalam bijih. KPK menemukan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara kadar nikel yang tercatat oleh surveyor dengan kadar sebenarnya, yang membuka peluang bagi manipulasi data dan praktik korupsi .
3. Tumpang Tindih Perizinan dan Regulasi
Tumpang tindih perizinan dan regulasi antar lembaga pemerintah menjadi masalah serius dalam tata kelola sektor pertambangan nikel. KPK mencatat bahwa tidak adanya koordinasi yang efektif antar instansi menyebabkan kebijakan yang diambil tidak konsisten, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dan praktik korupsi .
4. Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas
Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor pertambangan nikel menjadi faktor pendorong terjadinya praktik korupsi. KPK menemukan bahwa informasi terkait izin, produksi, dan ekspor nikel tidak tersedia secara terbuka, sehingga menyulitkan pengawasan publik dan meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang .
III. Dampak Negatif dari Praktik Korupsi dalam Sektor Nikel
1. Kerugian Ekonomi Negara
Praktik ekspor ilegal bijih nikel menyebabkan kerugian signifikan bagi perekonomian negara. Pendapatan dari pajak dan royalti yang seharusnya diterima pemerintah tidak terealisasi, mengurangi kapasitas fiskal negara untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik .
2. Kerusakan Lingkungan
Tata kelola yang buruk dalam sektor pertambangan nikel seringkali mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Kegiatan pertambangan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan deforestasi, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem, yang berdampak negatif bagi masyarakat sekitar dan keberagaman hayati .
3. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Masyarakat sekitar lokasi tambang seringkali tidak merasakan manfaat dari kegiatan pertambangan. Investasi yang masuk lebih banyak dinikmati oleh perusahaan dan pihak-pihak tertentu, sementara masyarakat lokal mengalami dampak negatif seperti penggusuran dan kehilangan mata pencaharian .
IV. Rekomendasi KPK untuk Perbaikan Tata Kelola dan Ekspor Nikel
1. Penguatan Sistem Pengawasan dan Verifikasi
KPK merekomendasikan agar sistem pengawasan dan verifikasi dalam proses ekspor nikel diperkuat. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas lembaga surveyor, menerapkan teknologi digital untuk memantau kadar nikel secara real-time, dan memastikan adanya audit independen terhadap proses verifikasi
2. Koordinasi dan Integrasi Antar Lembaga
Untuk mengatasi tumpang tindih perizinan dan regulasi, KPK mendorong peningkatan koordinasi dan integrasi antar lembaga pemerintah. Penerapan sistem informasi terintegrasi seperti SIMBARA (Sistem Informasi Mineral dan Batubara) diharapkan dapat mempermudah pengawasan dan memastikan konsistensi kebijakan
3. Transparansi dan Akses Informasi
KPK menekankan pentingnya transparansi dan akses informasi dalam pengelolaan sektor pertambangan nikel. Pemerintah diminta untuk menyediakan data terkait izin, produksi, dan ekspor nikel secara terbuka melalui platform digital, sehingga masyarakat dan pihak terkait dapat melakukan pengawasan secara efektif
4. Penerapan Sanksi yang Tegas
Untuk menekan praktik korupsi, KPK merekomendasikan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku penyimpangan dalam sektor pertambangan nikel. Hal ini termasuk pemberian sanksi administratif, pidana, dan pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang terbukti melakukan ekspor ilegal atau melanggar regulasi yang berlaku
V. Kesimpulan
Kajian KPK tahun 2023 mengungkapkan bahwa sektor pertambangan nikel di Indonesia menghadapi berbagai tantangan terkait tata kelola dan pengawasan. Praktik ekspor ilegal, lemahnya sistem verifikasi, tumpang tindih perizinan, dan kurangnya transparansi menjadi celah bagi terjadinya praktik korupsi. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah strategis seperti penguatan sistem pengawasan, koordinasi antar lembaga, peningkatan transparansi, dan penerapan sanksi tegas guna memastikan pengelolaan sektor nikel yang berkelanjutan dan menguntungkan bagi negara dan masyarakat.
Baca Juga : Top 3: Harga Jam Rolex Timnas Indonesia Bikin Penasaran, Sorotan Kemewahan di Tengah Euforia Kemenangan