Permasalahan antara Yoni Dores dan Lesti Kejora bermula ketika sang pencipta lagu menyadari bahwa beberapa karya ciptaannya telah dibawakan ulang (cover) oleh Lesti dan dipublikasikan melalui kanal YouTube dan media sosial lainnya. Lagu-lagu seperti “Cinta Bukanlah Kapal” dan “Bagai Ranting yang Kering” menjadi pusat perhatian karena telah diunggah dan ditonton jutaan kali oleh penggemar Lesti, tanpa ada sepengetahuan atau izin resmi dari Yoni Dores.
Merasa dirugikan secara moral dan materi, Yoni Dores melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut mengejutkan banyak pihak karena sebelumnya tidak pernah terdengar adanya ketegangan antara kedua tokoh ini di publik.
Bab 2: Profil Yoni Dores – Sang Pencipta Lagu Legendaris
Yoni Dores bukanlah nama baru dalam dunia musik Indonesia. Ia telah menciptakan ratusan lagu sejak era 1980-an, dan sebagian besar dari karya-karyanya menjadi hits besar di panggung musik Tanah Air. Ia dikenal sebagai sosok yang idealis dalam mempertahankan nilai dan hak atas karya ciptaannya.
Dalam pernyataannya, Yoni menyebut bahwa tindakan Lesti mencakup pelanggaran hak eksklusif pencipta lagu yang telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ia mengaku tidak pernah memberikan izin kepada Lesti atau tim manajemennya untuk menggunakan lagu-lagu miliknya secara komersial.

Bab 3: Respons Lesti Kejora dan Tim Kuasa Hukumnya
Di sisi lain, pihak Lesti Kejora belum memberikan banyak pernyataan ke publik. Namun tim kuasa hukumnya menyampaikan bahwa mereka siap mengikuti seluruh proses hukum yang berlaku dan berkomitmen untuk menghormati hak cipta pencipta lagu.
Lesti sendiri dikenal sebagai penyanyi dangdut generasi baru yang memiliki basis penggemar luas. Ia memulai kariernya dari ajang pencarian bakat dan berhasil menembus industri musik arus utama dengan suara khas serta gaya penampilan yang berkarakter. Popularitasnya di media sosial dan YouTube membuat setiap unggahannya bisa meraih jutaan views dalam waktu singkat.
Bab 4: LMKN Turun Tangan
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang menjadi badan otoritatif dalam pengelolaan royalti hak cipta dan hak terkait di Indonesia, akhirnya memberikan pernyataan resmi. Ketua LMKN, Dharma Orat, menjelaskan bahwa kasus ini harus dilihat dari perspektif hukum yang objektif, sekaligus membuka ruang edukasi bagi seluruh insan musik di Indonesia.
Menurut Dharma, setiap penggunaan lagu yang telah diciptakan dan memiliki hak cipta memang memerlukan izin dari penciptanya. Dalam konteks cover lagu, terutama yang diunggah ke platform digital dan menghasilkan keuntungan, izin menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh penyanyi atau manajemen.
LMKN juga menegaskan bahwa lembaga ini tidak bertindak sebagai penegak hukum, melainkan sebagai jembatan antara pencipta dan pengguna karya untuk menjamin tercapainya hak dan kewajiban kedua belah pihak secara adil.
Bab 5: Polemik Cover Lagu di Era Digital
Salah satu alasan mengapa kasus ini menjadi sorotan besar adalah karena menyangkut praktik umum yang sudah menjadi kebiasaan banyak musisi muda, yaitu melakukan cover lagu dan mengunggahnya ke platform digital.
Cover lagu adalah bentuk ekspresi yang sah dalam dunia seni. Namun, permasalahan muncul ketika lagu tersebut digunakan tanpa izin pencipta dan dipublikasikan secara komersial. Banyak yang belum memahami bahwa tindakan tersebut, meskipun berniat positif, tetap harus tunduk pada hukum hak cipta.
Kasus ini membuka mata banyak pihak akan pentingnya edukasi hak cipta dan perlindungan karya di era digital. Praktik cover lagu harus disertai dengan pemahaman tentang lisensi, royalti, dan kewajiban untuk menghormati pemilik karya.
Bab 6: Perspektif Hukum Hak Cipta di Indonesia
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara jelas mengatur hak moral dan hak ekonomi bagi pencipta lagu. Hak moral mencakup hak untuk tetap dicantumkan namanya sebagai pencipta, sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan karya cipta tersebut.
Jika sebuah lagu dibawakan ulang tanpa izin dan disebarkan secara publik (terutama dengan nilai komersial), maka itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Sanksi yang dikenakan pun tidak main-main—bisa mencapai pidana penjara hingga 4 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Dalam konteks ini, Lesti Kejora dianggap telah melanggar hak eksklusif milik Yoni Dores sebagai pencipta lagu.
Bab 7: LMKN Sebagai Mediator
Meski telah memasuki ranah hukum, LMKN tetap membuka ruang mediasi agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara damai. Dharma Orat menyatakan bahwa pihaknya siap memfasilitasi pertemuan antara Yoni Dores dan Lesti Kejora, termasuk memberikan pemahaman hukum dan opsi penyelesaian yang adil.
LMKN berharap bahwa penyelesaian sengketa semacam ini tidak selalu berujung di meja hijau. Dengan dialog yang baik, pemahaman akan hak cipta dapat ditingkatkan dan praktik legal dalam bermusik bisa menjadi lebih sehat.
Bab 8: Tanggapan Industri Musik
Kasus ini mendapatkan berbagai respons dari pelaku industri musik lainnya. Beberapa artis senior menilai bahwa ini adalah momen penting untuk mendisiplinkan para pelaku industri, baik pencipta maupun penyanyi, dalam menghormati aturan main yang ada.
Ada pula yang menyayangkan bahwa kasus ini harus sampai ke ranah hukum pidana, mengingat masih adanya jalan damai yang bisa ditempuh sebelumnya. Namun, mereka sepakat bahwa perlindungan terhadap hak cipta adalah hal yang mutlak.
Para musisi muda juga mulai aktif mencari tahu prosedur legal untuk melakukan cover lagu dengan benar, mulai dari lisensi hingga pembayaran royalti melalui LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang relevan.
Bab 9: Pengaruh terhadap Karier Lesti Kejora
Sebagai artis dengan popularitas tinggi, keterlibatan dalam kasus hukum tentu memberi dampak terhadap citra publik Lesti Kejora. Namun, banyak penggemar yang tetap memberikan dukungan dan berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan cara yang elegan.
Lesti sendiri dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan menjunjung tinggi etika dalam bermusik. Bila ia benar-benar tidak mengetahui prosedur izin atas lagu yang dibawakannya, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dirinya dan penyanyi lain agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab atas karya yang mereka tampilkan.
Bab 10: Edukasi adalah Kunci
Satu hal yang sangat ditekankan oleh LMKN adalah pentingnya edukasi terhadap hak cipta di kalangan musisi, konten kreator, dan masyarakat umum. Dalam era digital, semua orang bisa dengan mudah membuat konten dari karya orang lain—namun hal ini tetap tidak boleh dilakukan tanpa pemahaman hukum.
Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan bisa memperkuat sosialisasi tentang hak cipta, misalnya melalui pelatihan, seminar, atau kampanye publik. Dengan begitu, kasus-kasus seperti ini bisa dicegah sejak awal.
Bab 11: Masa Depan Dunia Musik Indonesia
Kasus ini seharusnya tidak hanya dilihat sebagai konflik antara dua pihak, tetapi juga sebagai momentum refleksi bagi seluruh pelaku industri musik Indonesia. Sudah saatnya ekosistem musik dibangun secara profesional, adil, dan menghormati semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Hak pencipta, hak penyanyi, hak produser, dan hak penikmat musik semuanya bisa berjalan selaras jika dilandasi oleh pemahaman yang kuat terhadap hukum dan etika.

Penutup: Hikmah di Balik Konflik
Perkara antara Yoni Dores dan Lesti Kejora adalah salah satu dari sekian banyak contoh betapa pentingnya kesadaran hukum dalam berkarya. LMKN telah menunjukkan perannya sebagai jembatan edukasi dan mediasi, serta menjadi pengingat bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan karya cipta orang lain.
Mari jadikan kasus ini sebagai bahan renungan bersama. Bahwa dalam dunia seni, apresiasi dan penghormatan terhadap karya orang lain adalah bentuk penghargaan tertinggi terhadap proses kreatif itu sendiri. Di era yang serba cepat dan digital ini, nilai-nilai itu justru semakin penting untuk ditegakkan.