Site icon infogratisdunia.web.id

Tekad Lansia Kakak Beradik dari Serdang Bedagai Penuhi Panggilan Berhaji ke Tanah Suci

Beradik

Panggilan untuk berhaji ke Tanah Suci merupakan impian setiap umat Muslim di seluruh dunia. Haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Namun, bagi banyak orang, melaksanakan ibadah haji bukanlah perkara yang mudah, terutama bagi mereka yang sudah lanjut usia.

Di tengah keterbatasan usia dan kondisi fisik, dua lansia kakak beradik asal Serdang Bedagai, Sumatera Utara, membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi mereka yang memiliki tekad dan semangat yang besar. Kisah mereka yang berhasil memenuhi panggilan untuk berhaji ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, tidak hanya dalam hal kesabaran, tetapi juga dalam memperlihatkan keteguhan iman dan semangat hidup yang tak mengenal usia.


Latar Belakang Kakak Beradik dari Serdang Bedagai

Kakak beradik tersebut adalah pasangan lansia yang berasal dari Desa Sei Rampah, Serdang Bedagai. Mereka adalah Siti Aisyah (72 tahun) dan adiknya, Abdul Rahman (68 tahun). Sejak kecil, keduanya sudah dibesarkan dalam lingkungan yang sangat taat beragama. Mereka selalu diajarkan untuk mengutamakan ibadah dan menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan. Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, keluarga ini selalu berusaha menjalani kehidupan dengan penuh syukur.

Keinginan untuk menunaikan ibadah haji sudah lama ada dalam benak Siti Aisyah dan Abdul Rahman. Mereka seringkali berbicara tentang impian ini ketika masih muda. Namun, seperti banyak orang, kendala biaya dan keadaan membuat mereka terpaksa menunda-nunda niat tersebut. Hingga suatu saat, mereka berdua merasa bahwa waktu semakin terbatas, dan haji menjadi panggilan hidup yang harus mereka penuhi sebelum terlambat.


Perjalanan Menuju Tanah Suci: Menghadapi Tantangan

Proses untuk melaksanakan ibadah haji tidaklah mudah, terlebih bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Di usia yang tidak lagi muda, berbagai tantangan datang menghadang Siti Aisyah dan Abdul Rahman. Terlebih lagi, biaya untuk melaksanakan ibadah haji bukanlah jumlah yang sedikit. Meskipun mereka tinggal di desa dengan ekonomi yang sederhana, semangat mereka untuk menunaikan ibadah haji tidak pernah padam.

  1. Mengumpulkan Biaya untuk Haji
    Salah satu tantangan terbesar yang harus mereka hadapi adalah masalah biaya. Biaya untuk melaksanakan ibadah haji dapat mencapai puluhan juta rupiah, yang tentu saja merupakan jumlah yang tidak mudah untuk mereka kumpulkan. Namun, mereka tidak menyerah. Mereka memulai dengan menabung sedikit demi sedikit. Siti Aisyah, yang dikenal sebagai seorang penjual kue di pasar, mengumpulkan keuntungan dari dagangannya untuk ditabung. Abdul Rahman, yang bekerja sebagai petani, menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk tujuan yang mulia ini.
  2. Kondisi Kesehatan yang Menurun
    Selain masalah keuangan, kondisi kesehatan keduanya juga menjadi perhatian. Siti Aisyah, yang pada usia 72 tahun sudah mulai merasa lelah dengan aktivitas sehari-hari, harus mengatur agar tubuhnya tetap kuat dan siap untuk perjalanan panjang. Abdul Rahman pun tidak kalah. Meskipun usianya lebih muda, ia seringkali merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya, terutama saat beraktivitas berat di ladang. Namun, keduanya tidak gentar. Mereka menjalani berbagai usaha untuk menjaga kesehatan, mulai dari berobat, menjaga pola makan, hingga melakukan olahraga ringan agar tetap bugar.
  3. Bantuan dari Masyarakat Sekitar
    Menyadari betapa berat tantangan yang mereka hadapi, masyarakat sekitar pun memberikan dukungan. Beberapa tetangga dan kerabat mereka mulai ikut membantu, baik dengan memberikan donasi atau mendukung mereka secara moral. Ketulusan masyarakat sekitar membuat Siti Aisyah dan Abdul Rahman semakin yakin bahwa perjalanan haji mereka bukan hanya perjalanan pribadi, tetapi juga perjalanan umat yang akan mendapat doa dan restu dari banyak orang.

Persiapan Menuju Tanah Suci

Setelah bertahun-tahun menabung dan mempersiapkan segala sesuatunya, akhirnya pada tahun 2025, Siti Aisyah dan Abdul Rahman mendapatkan panggilan untuk menunaikan ibadah haji. Meskipun sempat merasa terkejut karena akhirnya impian mereka akan segera terwujud, mereka tidak berhenti untuk mempersiapkan diri.

  1. Penyuluhan dan Pembekalan Haji
    Sebelum berangkat, mereka mengikuti berbagai kegiatan pembekalan haji yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Meskipun usia sudah lanjut, semangat mereka untuk belajar dan mempersiapkan diri agar dapat menjalankan ibadah dengan baik sangat besar. Mereka mendengarkan dengan seksama setiap materi yang diberikan, baik tentang tata cara pelaksanaan haji, doa-doa yang perlu dipanjatkan, maupun etika dan adab selama di Tanah Suci.
  2. Persiapan Fisik dan Mental
    Sebagai lansia, persiapan fisik menjadi sangat penting. Mereka menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk memastikan bahwa kondisi tubuh mereka cukup fit untuk melakukan perjalanan haji yang cukup panjang dan melelahkan. Selain itu, mereka juga mempersiapkan mental agar tetap tabah menghadapi segala kemungkinan yang terjadi selama perjalanan, mulai dari cuaca yang panas hingga jarak yang jauh. Mereka meyakini bahwa segala hal yang mereka lakukan adalah bagian dari ibadah, dan Tuhan akan memberikan kemudahan.

Menyambut Panggilan ke Tanah Suci

Akhirnya, pada hari yang dinanti, Siti Aisyah dan Abdul Rahman bersama rombongan haji asal Indonesia berangkat menuju Tanah Suci. Meskipun merasa cemas dan gugup, keduanya tetap merasakan kebahagiaan luar biasa. Mereka merasa terhormat dan bersyukur atas kesempatan yang diberikan Tuhan untuk menunaikan ibadah haji. Mereka menyadari bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.

Perjalanan menuju Tanah Suci tentu saja penuh dengan tantangan, tetapi semangat mereka untuk sampai ke Mekkah dan Madinah tidak pernah surut. Mereka selalu saling menguatkan, berdoa, dan berharap agar perjalanan ini menjadi pengalaman spiritual yang mendalam.


Ibadah Haji yang Penuh Makna

Setelah tiba di Mekkah, Siti Aisyah dan Abdul Rahman menjalani rangkaian ibadah haji dengan penuh khusyuk dan semangat. Meskipun usia sudah tidak muda lagi, mereka tidak merasa terhalang untuk menjalankan setiap rukun haji dengan baik. Momen demi momen menjadi sangat berharga bagi mereka, mulai dari berdoa di Masjidil Haram, berkeliling Ka’bah, hingga berdoa di Arafah.

Pada saat di Mina, Siti Aisyah sempat terharu saat melempar jumrah, karena baginya itu adalah simbol dari perjuangan panjang dalam mewujudkan impian berhaji. Abdul Rahman pun merasakan hal yang sama, bahwa ibadah haji bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam.


Pelajaran dari Kisah Siti Aisyah dan Abdul Rahman

Kisah Siti Aisyah dan Abdul Rahman merupakan contoh nyata dari ketekunan, iman, dan semangat yang tidak mengenal usia. Meskipun menghadapi berbagai keterbatasan, mereka menunjukkan bahwa dengan tekad yang kuat, segala hal yang tampak sulit bisa diwujudkan. Mereka tidak membiarkan usia menjadi penghalang untuk memenuhi panggilan Tuhan.

Perjalanan mereka juga mengajarkan kita tentang pentingnya berusaha dan bersyukur, serta menjaga hubungan baik dengan sesama. Meski hidup dalam kesederhanaan, mereka memiliki tekad dan keyakinan yang luar biasa untuk menjalani hidup dengan penuh makna.


Kesimpulan

Kisah Siti Aisyah dan Abdul Rahman adalah cerita tentang dua kakak beradik lansia yang berhasil memenuhi panggilan Allah untuk berhaji meski menghadapi banyak tantangan. Dengan tekad yang kuat dan semangat yang tinggi, mereka membuktikan bahwa tidak ada kata terlambat untuk menjalankan ibadah haji. Kisah mereka menginspirasi banyak orang untuk terus berusaha, tidak menyerah, dan meyakini bahwa impian yang besar pasti bisa terwujud jika dilandasi dengan niat yang tulus dan doa yang ikhlas.

Baca Juga : Siap-Siap Libur Panjang! Cek Hari Libur Nasional dan Kalender Mei 2025

Exit mobile version